Sunday 25 September 2011

AGUS BUDIWIYONO GURU MTK SMPN2 WAY SEPUTIH: MATEMATIKA DASAR SEDEKAH

AGUS BUDIWIYONO GURU MTK SMPN2 WAY SEPUTIH: MATEMATIKA DASAR SEDEKAH: Allah Taala berfirman: ”Ambillah zakat dari sebagian harta mereka , dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka , dan mendo...

Friday 10 June 2011

Sejarah Twitter; Intrik, Kepentingan, dan Pengkhianatan

Twitter.inc adalah nama sebuah perusahaan yang bergerak di ranah sosial media dunia maya. Seperti layaknya facebook yang telah terkenal lebih dahulu, twitter kini sudah menjadi bagian penting seluruh masyarakat dunia. Peningkatan new user yang di luar akal sehat menjadi fenomena media sosial tersendiri.
                                      http://bit.ly/mQncPZ

Hingga saat ini, menurut situs Answers.com total ada 14.590.000 akun twitter yang pernah dibuat. Walaupun pengguna aktif twitter diperkirakan hanya lima persen saja. Dengan catatan indikitor pengguna aktif adalah mereka user yang update status mereka, atau biasa disebut tweeting sebanyak 150 kali per hari.
Peningkatan jummlah tweet dari tahun ke tahun juga sangat luar biasa. pada tahun 2007, setahun setelah diluncurkan, tweet yang muncul hanya 400.000. Kemudian, setahun berikutnya terjadi peningkatan yang sangat tajam menjadi 100 juta tweet. Tahun 2009 meningkat dengan luar biasa signifikan sebesar dua miliar. Pada kuartal pertama tahun 2010, 4 miliar kicauan yang dikirim-tampil. Pada bulan Februari 2010 pengguna Twitter mengirimkan 50 juta per hari. Pada Juni 2010, sekitar 65 juta kicauan yang dikirim-tampil setiap hari, setara dengan sekitar 750 kicauan dikirim setiap detik, menurut Twitter.
Sebuah kesuksesan luar biasa tersebut juga otomatis meningkatkan harga twitter sebagai sebuah perusahaan. Pada tahun 2006 total sahan perusahaan Odeo, perusahaan pembuat twitter hanya dihargai lima juta dollar. Saat ini, harga saham twitter telah mencapai lima dan sedang meningkat menuju sepuluh miliar dollar Amerika. Kenaikan harga yang sangat fantastis mengingat peningkatan nilai saham tersebut hanya terjadi dalam kurun waktu lima tahun.
Akan tetapi, twitter tidak sekedar memiliki cerita sukses. Ada cerita kelam yang selalu berusaha ditutupi oleh orang penting di perusahaan ini, Evan Williams. Ada juga orang penting yang tenggelam dalam ketenaran Jack Dorsey yang dikenal luas sebagai ‘ The Inventor’ Twitter itu sendiri. Cerita ini bermula sekitar enam tahun yang lalu.
Ini adalah sebuah cerita formal yang disetujui oleh perusahaan.  Evan William seorang mantan Googler memiliki sebuah perusahaan baru bernama Odeo. Perusahaan ini pada awalnya akan membuat podcast, atau streaming radio internet. Dia juga sempat mengajak sejawatnya dulu di Google, Biz Stone. Langkah mereka meluncurkan podcast tersebut ternya keduluan oleh Apple yang meluncurkan podcast iTunes. iTunes yang dimiliki Apple tersebut membuat hal tersebut membuat podcast Odeo tidak mungkin lagi diluncurkan ke pasar.
Karena hal tersebut, Evan, Biz, dan seorang karyawan mereka, Jack Dorsey memutuskan membuat aplikasi lain yang kita kenal kemudian Twitter. Akan tetapi, investor Odeo tidak suka rencana peluncuran Twitter dan memutuskan menjual kembali saham yang mereka telah investasikan sebelumnya. Evan sebagai sebagai salah satu investor Odeo tersebut berbesar hati dengan membeli balik semua saham tersebut seharga lima juta dollar Amerika.
Akan tetapi,di balik cerita tersebut, ada cerita lain dari wawancara banyak investor dan pegawai Odeo tentang twitter. Khususnya tentang pengusaha bernama Noah Glass yang memulai Odeo dari apartemen miliknya. Dialah co-founder dari Odeo. 
                                                   http://bit.ly/m8Z1Hb

Evan William adalah salah satu investor awal Odeo yang berperan besar dalam perjalanan perusahaan Odeo. Latar belakangnya sebagai ex-google juga membuat dia memiliki kompetensi yang cukup menjalankan perusahaan. Keberadaan Odeo yang berkantor di apartemen Glass dipindahkan ke miliki Evan. Evan ingin apartemennya memiliki fungsi yang jelas setelah dia tinggakan karena membeli telah rumah atas hasil penjualan Blogger kepada Google. Selama di apartemen tersebut, mereka berdua hanya memiliki dua karyawan. 
Setelah beberapa waktu mereka memindahkan kantor, Glass menyewa beberapa orang karyawan termasuk seorang Web-designer Jack Dorsey. Evan Williams kemudian menjadi CEO Odeo. Juli tahun 2005 mereka telah memiliki sebuah produk : platform sebuah podcast. Akan tetapi, seperti cerita yang dibeberkan sebelumnya, Apple menyalip langkah mereka dengan melaunching iTunes. Dalam iTunes tersebut sudah termasuk platform podcast dan akan ditanamkan kepada 200 juta buah IPods Apple yang akan segera dijual ke pasar.  
Williams kemudian memutuskan bahwa perusahaan Odeo tidak akan bergerak lagi lewat podcast. Dia meminta seluruh stakeholder perusahaan memberikan ide untuk orientasi arah baru persahaan. Dalam proses pencarian arah baru tersebut, Noah Glass, sangat tertarik terhadap Twitter yang dikerjakan oleh Jack Dorsey. Jack yang dianggap sebagai karyawan brilian Odeo memiliki ide tentang status dunia di maya yang sangat berbeda dengan situs lain sebelumnya. Glass memberikan perhatian lebih terhadap keluh kesah dan impian Jack Dorsey soal pekerjaannya proyek ‘status’. Perbincangan mereka berdua sangat panjang dan intens. Noah Glass benar-benar mengerti dan meyakini bahwa proyek garapan Jack Dorsey akan menjadi arah terbaik bagi Odeo.
Februari 2006, Glass, Dorsey, dan kontraktor web developer asal Jerman, Florian Weber, mempresentasikan ide Jack kepada perusahaan. Ide Jack secara sederhanya adalah membuat sebuah sistem di mana seseorang hanya perlu mengirimkan satu pesan kepada satu operator, tetapi pesan tersebut bisa tersampaikan ke semua teman yang menggunakan sistem yang sama. Aplikasi ini dinamakan: Twttr.
Nama Twttr pertama kali dikemukakan oleh Noah Glass. Dia telah meluangkan waktu sangat lama untuk memikirkan nama tersebut. Hingga akhirnya nama tersebut disempurnakan menjadi Twitter.
Pascapresentasi mengenai Twitter, Evan Williams sebenarnya tidak lantas menjadi antusias. Sebaliknya CEO Odeo tersebut malah bersikap skeptis. Akan tetapi, dia tetap meminta Glass menjadi penanggung jawab atas proyek Twitter. Seiring perjalanan waktu, Biz Stone kemudian masuk ke dalam tim tersebut.
Kemudian, proyek ini lebih cocok disebut sebagai milik Glass bahkan walaupun dibandingkan Jack Dorsey sendiri sebagai pencipta Twitter sendiri. Karena walaupun semua orang mengakui bahwa ide Twitter itu datang dari Dorsey pribadi. Pun dalam tim, Dorsey memegang peran sentral. Akan tetapi, semua pegawai pertama Odeo dan para investor tahu betul bahwa Glass lah orang yang benar-benar memberikan segalanya untuk Twitter. Tidak ada orang dalam tim Twitter tersebut yang sangat bergairah atas Twitter. Bahkan salah satu anggota tim menjuluki Glass sebagai pemimpin spiritual tim. Kegilaannya terhadap Twitter bersma Dorsey bahkan tidak bisa ditandingi sedikitpun oleh Williams dan Biz.
Kerja kerasnya yang luar biasa dalam mengasuh bayi bernama Twitter sebenarnya tidak lantas membuat dirinya sombong. Dia tidak mengklaim karena semata-mata dirinyalah maka Twitter kemudian bisa semaju saat ini. Akan tetapi, dia merasa dikhianati karena perannya yang sangat luar biasa itu dihilangkan dalam sejarah Twitter. Florian Weber yang juga telah membersamai Twitter sejak awal mengalami hal yang serupa. Seandainya pun tidak ada Glass dalam proyek tersebut, Twitter mungkin tidak terkenal seperti sekarang. Itu tidak lain karena jasanya begitu luar biasa.
Launching
Maret 2006, Odeo sudah meluncurkan versi paling awal Twttr ke publik. Situs TechCrunch juga sempat mempublikasikan berita tersebut. Dalam laporannya, disebutkan format Twttr masih betul-betul menggunakan layanan sms pada telepon selular. Pengguna layanan Twttr mampu mengirimkan satu pesan ke semua temannya, atau bahasa sekarang kepada “followers” hanya dengan mengirim sms ke nomer “40404”. Sejak awal layanan ini memang dirancang agar pengguna bebas mendapatkan sms dari orang yang memang ingin diketahui informasinya. User juga bebas membatalkan keinginan mendapatkan informasi dari seseorang yang pernah dia “follow”.
                                                 http://tcrn.ch/ESWCo

Hanya dalam waktu lima bulan, Twttr akhirnya betul-betul mendapat simpati publik dan membuatnya dikenal luas oleh masyarakat. Saat itu kota San Fransisco, tempat Twttr berasal mengalami gempa bumi. Masyarakat menyadari bahwa informasi gempa harus segera disebarkan kepada orang lain. Layanan Twttr dirasa sebagai jawaban terbaik atas solusi masalah tersebut. Inilah momen kalau dalam istilah Macolm Glazer “Tipping Point” bagi layanan Twttr. Segera setelah peristiwa gempa tersebut Twttr mendapatkan ribuan penggunan baru.
Pembelian Saham
Pasca peristiwa gempa Agustus pertemuan direksi, Noah Glass melakukan presentasi mengenai apa yang telah dicapai Twttr. Pembahasan khususnya terpusat soal gempa dan efeknya terhadap penggunaan Twttr. Hadirin yang datang pada pertemuan tersebut hanya bisa takjub dengan rasa tidak percaya atas kesuksesan mendadak proyek milik Odeo.
Akan tetapi, apa yang dilakukan oleh CEO Odeo, Evan Williams, sangat tidak terduga. September 2006, dia menulis surat kepada seluruh investor dan menyampaikan bahwa investasi yang mereka tanam di Odeo sangat rentan. Dia mengatakan bahwa perusahaan sedang dalam keadaaan yang tidak baik dan tidak memiliki arah akan dibawa ke mana perusahaan. Williams menawarkan untuk membeli kembali saham yang berada di tangan semua investor lain karena dikhawatirkan akan mengalami kerugian besar.
Soal twitter, dia mengatakan bahwa itu adalah satu proyek yang cukup menjanjikan bagi Odeo ke depan. Akan tetapi, masih terlalu cepat mengatakan hal itu saat ini. Sampai dua bulan pascapeluncuran, Twttr hanya baru meraup kurang dari lima ribu pengguna. Dia juga mengatakan bahwa investasi pada proyek memiliki risiko yang cukup besar, karena penggantian total segmen pasar setelah direbutnya podcast oleh iTunes.
                                        http://bit.ly/l9YPoc
Terakhir dia menawarkan pembelian balik semua saham semua investor. Tidak ada nilai pasti yang berapa besaran seluruh saham tersebut, akan tetapi menurut beberapa sumber angkanya mencapai lima juta dollar.


Akan tetapi, dalam kurun waktu lima tahun, seiring dengan perjalanan waktu saham milik Evan William naik seribu kali lipat! Total nilai aset perusahaan berkisaran di angka lima miliar! Siapa yang menyangka perjalanan perusahaan bukan malah memburuk seperti yang diutarakan Williams.
Hal ini kontan memunculkan kecurigaan para investor yang awalnya telah mempercayai Evan William september 2006 lalu. Beberapa bahkan secara terang-terangan mengungkapkan sakit hatinya karena merasa tertipu oleh Williams. Sulit untuk mengatakan semua berjalan begitu saja tanpa ada unsur kesengajaan. Karena tidak satu pun orang tahu apakah Williams betul-betul jujur atau memang berusaha menipu para investor ketika dia menyadari bahwa Twitter akan menjadi proyek paling ‘menjanjikan’.
Walaupun semua orang tidak memungkiri beberapa fakta penting yang membuat seluruh investor mau melepas semua sahamnya. Fakta memang berbicara orang yang ketagihan terhadap Twitter, para karyawan Odeo sendiri, ditagih empat ratus dollar karena aktivitasnya dengan Twitter sudah kelewatan. Dengan jumlah tagihan yang seperti itu, mustahil banyak orang akan merasa ketagihan Twitter. Fakta kedua bahwa pengguna aktif kurang dari lima ribu. Akan tetapi siapa juga yang mampu memprediksi hanya dalam enam bulan, musim semi 2007, pengguna melonjak menjadi luar biasa besar? Ada ambiguitas yang membuat kita tidak bisa membuat kesimpulan yang terlalu cepat.
Setidaknya fakta terakhir bahwa Evan Williams memiliki track record buruk ketika dia mengacuhkan karyawannya dulu di Blogger dan menjual perusahaan tersebut kepada Google. Hal itu tentu tersebut sedikit banyak memberikan preseden buruk terhadap Evan Williams.
Hal terakhir yang paling mengejutkan soal Twitter adalah soal pemecatan Noah Glass setelah proses buyback saham telah selesai oleh Evan Williams. Semua orang sangat kaget akan kejadian tersebut. semua orang di perusahaan sangat setuju bahwa Noah Glass adalah orang penting di Odeo. Akan tetapi, kenapa dia malah dipecat? Ada apa sebenarnya yang terjadi diantara mereka.
                                                        http://read.bi/ebR2w1
Rumor banyak beredar diantara seluruh karyawan. Ada banyak yang mengasumsikan bahwa ada clash pribadi antara kedua orang tersebut. Beberapa orang mengasumsikan Williams yang pendiam tidak menyukai Glass yang ‘berisik’. Akan tetapi, isu utama yang beredar bahwa Noah Glass meminta dirinya mendapat insentif atas proyek Twitter. Dia juga mengancam akan membawa twitter ini keluar dan membuat perusahaan baru di luar Odeo. Williams yang memiliki kuasa akan perusahaan lantas memecat Noah Glass terlebih dahulu sebelum hal itu benar-benar terjadi. Ketiga hal itu tetap saja hanya rumor yang beredar. Tidak ada yang tahu ada apa sebenarnya seperti apa kondisi antara kedua orang tersebut.
Merasa dikhianati? Pastinya hal itu dirasakan oleh Noah Glass. Dia yang menjadikan Twitter benar-benar ada dan bisa diluncurkan di masyarakat. Setelah kejadian pemecatan tersebut dia mengungsikan diri ke Los Angeles  untuk melupakan Odeo, Twitter, Evan Williams, Jack Dorsey. Melupakan semua sakit hatinya. Melupakan pengkhianatan atas dirinya. Melupakan semuanya.

http://techcrunch.com/2006/07/15/is-twttr-interesting/ diakses pada 11/06/2011 pada pukul 07:38

Sunday 15 May 2011

Membingkai Kembali Signifikasi Peran Pers Indonesia


 
Sejarah Monumen Pers dimulai ketika ibukota negara, Jakarta, terpaksa harus dipindahkan ke Daerah Istimewa Yogyakarta. Poros pergerakan pun berpindah mengikuti pergerakan letak ibu kota negara. Solo yang letaknya cukup dekat dengan Yogyakarta menjadi salah satu kota lokasi perpindahan poros pergerakan.
Adalah beberapa wartawan seperti Soemanang, Soedarjo Tjokrosisworo, BM. Diah dan rekan-relannya akhirnya mempunyai gagasan baru untuk mendirikan sebuah wadah yang lebih merangkul semua wartawan di Indonesia. inisiatif ini muncul karena organisasi wartawan sebelumnya, Persatuan Djurnalistik Indonesia (Perdi), tidak lagi aktif sejak kedatangan Jepang di Indonesia pada tahun 1942.
Mereka pun kemudian melakukan kongres yang di Solo, tepatnya di Gedung Sositer Sasono Suko, Mangkunegaran. Di dalam kongres ini, disepakati pembentukan kembali organisasi baru yang mewadahi seluruh wartawan di Indonesia. Organisasi baru tersebut resmi terbentuk pada tanggal 9 Februari 1946 dengan nama Persatuan Wartawan Indonesia. Tanggal tersebut kemudian secara resmi dipakai sebagai Hari Pers Nasional.
Gedung Sositet Sasono Soko yang digunakan untuk kongres Persatuan Wartawan Indonesia pernah juga dipakai untuk deklarasi pendirian radio SRV (Solosche Radio Vereeniging) tanggal 1 April 1933 atas inisiasi KGPAA Sri Mangkunegara VII. Gedung Sositet Sasono Soko yang diarsiteki Mas Abu Kasan Atmodirono pun akhirnya difungsikan sebagai Monumen Pers Nasional pada tahun 1978. Peresmian gedung monumen ini baru dilakukan oleh Presiden RI saat itu, Soeharto, pada tanggal 9 Februari 1978 sebagai peringatan perjuangan pers di Indonesia,  meskipun sebenarnya di zaman Soeharto pers justru dikebiri.
Monumen Pers memiliki tiga unit gedung permanen dengan satu tingkat pada bangunan induk. Fungsi sebagai gedung dan monumen Pers tentu membuatnya menyimpan berbagai koleksi benda bersejarah yang berkaitan dengan dunia jurnalistik dan komunikas zaman dulu. Di sana terdapat mesin ketik, kamera, alat cetak, foto, koran, majalah kuno, dan lain-lain
Salah satu benda koleksinya antara lain mesin ketik milik Perintis Pers Bapak Bakrie Soeriatmadja, ada juga pakaian wartawan TVRI, Hendro Subroto, yang tertembak ketika meliput integrasi Timor Timur tahun 1975. Museum Pers pun memiliki Plat Maker terbitan perdana Harian Kedaulatan Rakyat pada tanggal 27 September 1945. Di Museum Pers disimpan pula Pemancar Radio Kambing yang dipergunakan pada masa revolusi fisik. Pemancar tersebut dinamai kambing karena dipasang di dekat kandang kambing. Juga terdapat koran-koran dan majalah kuno antara lain: Panorama Perpustakaan Monumen Pers Nasional terbit tahun 1917, Tjahaja India terbit tahun 1913, Hokiao terbit tahun 1925, Sinpo terbit tahun 1929.
Selain itu, dewasa ini sesuai dengan fungsinya, monumen Pers Nasional Solo setiap hari tentulah selalu menerima kiriman berupa koran Harian, pekanan, majalah dari Bulletin dari penerbitan surat kabar. Untuk menangani hal tersebut, pihak  manajemen Monumen Pers membuat seksi Laboratorium dan Dokumentasi. Seksi tersebut bertugas untuk mengarsip dan merapikan semua media cetak yang datang agar mudah diakses oleh siapapun.
Pengelolaan Monumen Pers Nasional Solo beserta segala isinya pada awalnya ditangani oleh Yayasan Pengelola Sarana Pers Nasional dengan Depertemen Penerangan R.I. sebagai instansi penanggung jawab. Akan tetapi, pascareformasi, Departemen Penerangan dilikuidasi dan Monumen Pers Nasional digabung dalam Badan Informasi dan Komunikasi Nasional, BIKN, pada tahun 1999. Kemudian pada zaman Megawati terbit kembali SK Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 151/M.PAN tanggal 6 Juni 2002, Monumen Pers Nasional dijadikan sebagai UPT Lembaga Informasi Nasional. Hingga terakhir pada tahun 2005, Museum Pers ditetapkan sebagai satuan kerja dibawah Departemen Komunikasi dan Informatika yang kini dikepalai oleh Tifatul Sembiring.
Di Monumen Pers pula dapat dijumpai ribuan buku yang tersimpan sangat rapi di ruang perpustakaan. Perpustakaan Monumen Pers Nasional telah mengkoleksi 13.000 judul pustaka bahkan lebih. Hingga saat ini Perpustakaan Monumen Pers Nasional telah memiliki lebih dari 3500 anggota yang terdiri dari berbagai status masyarakat. Para anggota perpustakaan umumnya terdiri dari pelajar, mahasiswa, dosen, dan peneliti.
Hingga saat ini Monumen Pers Nasional memiliki lebih dari satu juta eksemplar media cetak (koran, majalah, buletin) yang terbit dari seluruh Indonesia sejak jaman sebelum kemerdekaan RI. Dokumen-dokumen tersebut telah didokumentasi dan dikonservasi sehingga para pelajar, mahasiswa, dosen, peneliti maupun masyarakat umum dapat melihat dan membaca dokumentasi yang tersimpan.
Dalam perjalanannya, Monumen Pers pihak manajemen terus berusaha untuk melakukan digitalisasi surat kabar untuk mengawetkan konten media cetak yang telah terkoleksi di Museum. Sampai saat ini terdapat 400.000 halaman yang terdigitalisasi. Sebuah usaha yang harus diapresiasi karena tentu hal tersebut bukanlah sesuatu yang remeh. Selain digitalisasi, salah satu cara manual pengawetan adalah dengan menggunakan kapur barus, penyesuaian suhu dengan AC, dan Fungidasi (pengasapan). 
Untuk penutup, bangsa yang besar adalah bangsa yang mau dan mampu menghargai jasa pahlawannya. Salah satu penggalan quote Soekarno yang paling terkenal hingga hari ini. di Lokananta dan Museum pers sekali lagi kita melihat jejak heroik para penggiat pers di awal-awal kemerdekaan. Kebebasan pers yang hari ini kita rasakan tentu saja bukan sebuah hadiah gratis dari Allah kepada bangsa Indonesia. ada sebuah perjuangan dan tetesan keringat yang dikobarkan untuk saat ini dan besok. 

daftar situs referensi
http://bit.ly/imj0lh
http://bit.ly/lrxmk3

merekam sejarah di Lokananta

Sebelum membaca tulisan ini, ada pertanyaan besar tentang apa sih Studio Lokananta? seberapa pentingnya studio tersebut menjadi salah satu postingan di sini. Saya menyadari bahwa Mungkin banyak sekali dari teman-teman pembaca yang tidak mengetahui studio Lokananta. Hal itu wajar sekali karena keberadaan Studio Lokananta jarang sekali terekspos media. Sekedar pengantar saja, Lokananta adalah studio pertama di Indonesia. Studio ini juga memiliki peran besar dalam dunia komunikasi dan jurnalisme pada awal-awal berdirinya Republik Indonesia.     
Studio Lokananta berdiri sejak zaman demokrasi Liberal tahun 1956. Diresmikan oleh Menteri Penerangan saat itu, Sudibyo, studio tersebut diberi nama: Pabrik Piringan Hitam Lokananta, Jawatan Radio Kementrian Penerangan Republik Indonesia. Nama Lokananta tersebut diberikan oleh R. Maladi seorang komponis yang ikut menggagas keberadaan studio tersebut. Arti kata Lokananta sendiri kurang lebih berarti "Gamelan di Kahyangan yang berbunyi tanpa penabuh".  
Pekerjaan pokok Lokananta adalah memproduksi dan mereplikasi siaran dengan media piringan hitam. Piringan hitam tersebut kemudian diserahkan ke Radio Republik Indonesia untuk disiarkan kepada khalayak luas. Sehingga masyarakat bisa mendengar lagu dan musik dari asal dan luar daerah asalnya.
Produksi piringan hitam tadinya hanya berputar antara Lokananta dan RRI saja.  Akan tetapi, atas permintaan masyarakat, Lokananta mengkomersilkan piringan hitam. Hal itu dilakukan Lokananta dua sampai empat tahun pascapendirian studio. Pemasaran piringan hitam tersebut masih lewat RRI dengan label Lokananta. Selain piringan hitam, Lokananta pun kemudian memproduksi cassette audio. Maka sejak memproduksi rekaman audio dalam bentuk pita kaset, produksi dalam bentuk piringan hitam dihentikan.
Potensi penjualan yang cukup menjanjikan membuat pemerintah menjadikan status Lokananta sebagai perusahaan negara di bawah Departemen Penerangan lewat Peraturan Pemerinah nomor 215 tahun 1961. Dalam perjalanannya, mengalami banyak dinamika politik. Lima tahun sebelum kejatuhan rezim Soeharto diterbitkan peraturan pemerintah nomor 25 tahun 1993 tentang pengalihan bentuk perusahaan negara lokananta menjadi perusahaan perseroan (persero). Lokananta pun sempat dilikuidasi pada tahun 1997 karena ketidakjelasan kinerja perusahaan.
Pada tahun 2001 ketika Abdurrahman Wahid menjadi Presiden dikeluarkan peraturan pemerintah republik indonesia nomor 24 tahun 2001 tentang pencabutan peraturan pemerintah nomor 25 tahun 1993 tentang pengalihan bentuk perusahaan negara lokananta menjadi perusahaan perseroan (persero) dan pembubaran perusahaan negara lokananta. Surat tersebut dikeluarkan karena pemerintah merasa penurunan kinerja dan tidak memadainya modal kerja Perusahaan Perseroan Negara Lokananta membuat peraturan pemerintah sebelumnya pada tahun 1993 mengenai Lokananta harus dicabut.
Pembubaran Perusahaan membuat studio Lokananta benar-benar semakin terlantar tanpa induk semang. Barulah pada  tahun 2004 ada inisiatif yang membuat Studio Lokananta kembali memiliki kepastian status bergabung dengan Perusahaan Umum Percetakan Negara. Sebuah penantian panjang sejak tahun-tahun berat dilikuidasi pada tahun 1997 dan pembubaran perseroan Lokananta pada tahun 2001.
Saat  ini Lokananta menyimpan banyak sekali arsip lagu-lagu daerah dari seluruh pelosok Indonesia.  Diantara dari koleksi tersebut adalah musik Gamelan Jawa, Bali, Sunda, Sumatera Utara, dan lain-lain. Masih banyak pula lagu-lagu yang tidak teridentifikasi siapa penciptanya. Selain itu ada pula arsip lagu-lagu pop dan keroncong yang Lokananta simpan. Lokananta pun memiliki rekaman asli beberapa penyanyi legendaris seperti Gesang, Waldjinah, Titiek Puspa, Bing Slamet, dan Sam Maimun. Total ada lima ribuan lagu rekaman daerah dan pop yang disimpan oleh Lokananta.
Beberapa waktu lalu tentu kita masih ingat tentang klaim Negara Malaysia tentang lagu rasa sayange. Klaim lagu follklore asal Maluku tidak bersasar yang dilakukan oleh Malaysia sangat mudah dipatahkan oleh Studio Lokananta. Karena Lokananta sejatinya memiliki piringan hitam rekaman asli lagu rasa sayange. Bagaimana lagu rasa sayange bisa diklaim oleh Malaydsia diduga kuat karena ada pembagian piringan hitam duplikasi lagu rasa sayange pada setiap kontingen Asian Games tahun 1962 yang diadakan di Jakarta.
Masih soal Malaysia, Lokananta juga pernah memberikan pernyataan bahwa lagu nasional mereka juga sebuah gubahan dari lagu asli Indonesia. Lagu Negaraku milik Malaysia ternyata adalah gubahan dari lagu Terang Bulan. Dalam catatan arsip di Lokananta, disebutkan bahwa lagu tersebut termasuk lagu rakyat yang sangat populer puluhan tahun sebelum direkam pertama kali di RRI.
"Introduksi maupun nadanya sama persis. Hanya temponya diubah sedikit. Sedangkan syairnya diubah disesuaikan untuk kebutuhan negara Malaysia. Syairnya semula sangat umum karena memang itu lagu hiburan, diubah menjadi sangat patriotik," ujar Kepala Perum Lokananta Surakarta, Ruktiningsih, Detik.com Jumat (28/8/2009).
Beliau juga mengatakan bahwa lagu Terang Bulan telah direkam pada tahun 1956 di RRI jakarta. Sedangkan seperti yang telah diakui oleh dunia Internasional, Malaysia baru merdeka setahun kemudian tangal 31 Agustus 1957. Walaupun Hasil rekaman di RRI tersebut baru dimasukkan ke piringan hitam oleh Lokananta pada tahun 1965.
Kini Lokananta memiliki dua puluh orang karyawan tetap yang tetap setia membesarkan nama institusi walau dalam keadaan yang tidak terlalu baik. Lokananta terus berjuang bertahan hidup dengan usaha menjual lagu-lagu, baik dari kaset, CD, ataupun VCD. Selain itu menyewakan studio mini bahkan lapangan futsal. Lokananta mencoba keluar dari pakem musiknya karena keadaan ekonomi studio dari penjualan kaset dan CD tidak lagi begitu menjanjikan. Selain itu subsidi yang tidak mumpuni dari instansi pusat terkait membuat Lokananta harus mandiri mencari tambahan revenue studio.










Pernah mendengar suara pembacaan teks proklamasi? Biasanya kita mendengarkan pembacaan teks proklamasi disertakan foto Soekarno kala membaca teks tersebut. Sehingga seakan-akan terlihat seperti video utuh.akan tetapi, faktanya adalah suara pembacaan teks proklamasi tersebut baru direkam empat tahun pascakemerdekaan. Salah satu pegawai RRI bernama Yusuf Kranadipura menemui Soekarno dan memintanya untuk membacakan kembali teks proklamasi sembari direkam. [akangdewan]
daftar situs referensi
http://bit.ly/mGV6O1
http://bit.ly/kEytfa
http://bit.ly/lkb1sq
http://bit.ly/mJLnIA

Sunday 8 May 2011

Laswell, freudian, dan politik

Harold Dwight Lasswell adalah seorang ilmuwan yang sangat terkenal dengan banyak terobosannya di dalam ilmu sosial. Sumbang asihnya begitu luar biasa dalam perkembangan ilmu politik modern dan ilmu komunikasi yang dia modelkan dengan mengadopsi dari ilmu pengetahuan alam.
Lasswell lahir pada tanggal tiga belas Februari di Donnelson, Illinois. Ia dilahirkan dari anak pasangan sejoli pastur Prebisterian dan guru sekolah. Di umurnya yang beranjak enam belas tahun, Lasswell berhasil mendapatkan kursi di University of Chicago dan lulus pada tahun 1922. Di universitas itu jugalah Lasswell mendapatkan gelar doktornya. Selama di University of Chicago, Lasswell berada dalam asuhan Charles Merriam pelopor pendekatan behavioralisme di dalam ilmu politik. Lasswell juga belajar di Berlin tentang Sigmund Freud yang memperkuat pemahamannya dalam pendekatan ilmu psikologi ke ilmu politik.

Karirnya dimulai ketika University of Chicago mengangkat beliau menjadi asisten professor pada tahun 1927 dan menjadi associate professor pada tahun 1932. Selama perang dunia kedua dia mengabdikan dirinya menjadi direktur riset komunikasi perang di library of congress Amerika. Selain itu, dia juga mengajar di New School of Social Research di New York City dan Yale Law School. Di Yale Law School dia juga sempat mendapatkan gelar professor hukum. Dua jabatan strategisnya selama hidup adalah menjadi presiden American Political Science Association dan World Academy of Art and Science.

Lasswell memulai reputasinya sebagai teoritikus yang sangat berorientasi pendekatan behavioral psikoanalitik pada psikopatologi dan politik. memanfaatkan aliran psikologi freud dalam studinya di ilmu politik. Pada risetnya tentang komunikasi perang, Lasswell menganalisa propaganda yang dilakukan Nazi lewat film untuk melakukan usaha persuasi penduduknya dalam usaha mempertahankan persetujuan publik soal mobilisasi perang. Support penduduk terhadap perang yang dilakukan tanpa protes sangat penting untuk terus berlajutnya ambisi sang Fuhrer. Dari riset yang massif selama perang dunia kedua itulah lahir disertasinya yang berjudul, “Propaganda Technique in the World War” dan diakui menjadi acuan utama teori komunikasi. Dalam proses studinya di University of Chicago.

Tulisan-tulisan hasil riset Lasswell sebenarnya mendapatkan banyak kritikan pedas dari para ilmuwan. Hal itu tidak lepas dari pendekatan psikologi freudian yang dia ambil sehingga memberikan semacam frame intelektual yang kelewat sempurna. Sehingga politik masa mendatang seakan-akan dijalankan oleh Lasswell dan ilmuwan seperti dirinya. Sehingga dirasa sangat tidak relevan dengan kenyataan dunia politik seperti yang dipikirkan oleh Lasswell.

Salah satu karya Lasswell yang paling diakui adalah buku World Politics and Personal Insecurity (1935). Tulisan Richard Merelman British Journal of Political Science pernah mengulas tentang buku tersebut, “buku itu memuat pemikiran-pemikiran Lasswell yang paling menarik tentang hubungan simbol negara dengan perasaan yang dimiliki oleh seorang individu.” Akan tetapi, entah mengapa kemudian ada jeda selama tiga belas tahun jurnal-jurnal ilmu politik tidak pernah sekalipun memuat karya Lasswell. Walaupun kemudian banyak tulisannya yang ditemukan di rumahnya di dalam jurnal-jurnal yang berhubungan dengan penyakit jiwa.

Setelah meninggalkan Yale pada tahun 1970, Lasswell sempat menjadi Distinguished Professor di the City University of New York sampai tahun 1972 dan Temple University School of Law hingga pada tahun 1976 dua tahun sebelum dia meninggal. Hingga akhirnya Lasswell menghembuskan nafas terakhirnya pada 18 Desember 1978. Dunia mencatat Lasswell telah berkiprah sangat lama dengan memberikan kontribusi luar biasa terhadap perkembangan ilmu pengetahuan,
Daftar Pustaka
"Harold Dwight Lasswell." Encyclopedia of World Biography. 2004. Encyclopedia.com. 26 Apr. 2011<http://www.encyclopedia.com>.

Monday 2 May 2011

hari kedua: sesi pelatihan dan kejutan ulang tahun

Pagi yang cerah menyambut di hari senin dua Mei. Gunung Kawi dan Gunung terlihat sangat jelas dari asrama kampus UIN Maulana Malik Ibrahim. Pukul tujuh panitia mengajak peserta untuk berjalan-jalan untuk berkeliling kampus UIN.  Suasana kampus UIN malang memang tidak seperti kebanyakan. Gayanya khas sekali dengan nuansa lankap timur tengah. Teman dari Makassar pun mengatakan serasa sedang berada di Mesir. 
Setelah berkeliling kampus UIN dan foto-foto perserta diizinkan untuk bersiap-siap sampai jam delapan pagi. Karena setelah itu akan ada agenda pelatihan pendidikan berkarakter di gedung Pertamina Politeknik Negeri Malang. Akan tetapi, rencana molor sampai dua jam. Bus yang mengantarkan peserta ke Politeknik Negeri Malang (polinema) baru datang pukul seetengah sepuluh. Acara otomatis benar-benar baru efektif pukul sepuluh pagi. Panitia pun tidak menyediakan Sarapan pagi untuk peserta. Kami hanya diberikan sepotong roti ketika memasuki gedung acara.
Pelatihan pertama diisi oleh kak Acun dari Matahati centre. Sesi pagi itu kami berbicara tentang karakter dan pengembangan karakter anak untuk program pengabdian masyarakat di Ranupani esok harinya. Kami juga melakukan FGD untuk menentukan kesepakatan bersama kode etik karakter yang akan diaplikasikan di sana.
Alhamdulillah, akhirnya peserta diberikan makan selepas shalat dzuhur. Peserta dan panitian duduk melingkar kecil-kecil. Tapi seiring dengan kedatangan peserta lain satu per satu lingkaran makan semakin besar. Nuansa kekeluargaan begitu terasa di antara seluruh peserta.
Sesi kedua setelah makan siang diisi oleh budayawan yang mengetui kondisi masyarakat desa Tengger, Ranupani. Narasumber yang datang adalah Mbah Hari Aji dan Eyang Gatot. Mereka berdua sudah seringkali mengisi diskusi dan seminar yang berkenaan dengan suku tengger.
Sesi diskusi suku tengger kali ini agak kurang kondusif karena banyak peserta yang tidur. Mungkin karena ruangannya nyaman, perut pun sudah terisi kantung mata menjadi berat untuk dilipat. Walau sebenarnya diskusi sedikit banyak tidak terlalu menarik karena narasumber kurang bisa membawa peserta dalam suasana diskusi.
Di tengah- tengah diskusi tersebut dua orang tim Gama Cendekia diminta diskusi oleh panitia. Diskusi berkenaan dengan aplikasi hasil penelitian di Tengger nanti. ternyata dari keterangan mereka, sayembara itu dikumpulkan sebelum acara dan panitia tidak mendapatkan proposal yang cocok untuk diaplikasikan di sana. Di lain sisi, panitia merasa tertarik dengan penelitian briket yang sempat ditampilkan di company profile Gama Cendekia yang disampaikan kami sehari sebelumnya. Padahal itu penelitian yang sudah cukup lama dan tim tidak siap jika harus melakukan aplikasi penelitian tersebut besok. Diskusi antara Gama Cendekia dan panitia pun tidak memberikan hasil yang positif. Sehingga kemudian malam harinya panitia mengumumkan jenis pengabdian masyarakat yang akan diaplikasikan hanya tentang pendidikan karakter. Tidak ada aplikasi penelitian berbasis peningkatan hasil pertanian.
Malam harinya, masih ada sesi briefing dan finalisasi persiapan misi pendidikan karakter oleh panitia dan Kak Acun. Sebelum tidur ternyata ada kejutan kecil untuk Arief, salah satu utusan Gama Cendekia yang sedang berulang tahun. Peserta dan panitia menyiapkan kue dan prosesi potong kue untuknya. Padahal kami semua baru bersama selama dua hari terhitung dari hari Ahad pagi. Ada ukhuwah yang terjalin untuk setiap individu di acara LP2MI. Ukhuwah Untuk semua..

Sunday 1 May 2011

hari pertama Gama Cendekia-LP2MI Malang

Pagi yang dingin menyambut kami di kota apel. Jam menunjukkan pukul enam pagi ketika kami akhirnya sampai di tempat tujuan, Universitas Brawijaya. Sempat kebingungan karena tidak ada orang di sekretarian Fordimapelar di ‘gelanggang’-nya UB. Akan tetapi, tidak lama setelah kami hubungi teman-teman panitia, mereka datang menjemput kami untuk pergi ke asrama UIN Maulana Malik Ibrahim.
Di asrama, beberapa teman peserta dari kampus lain sudah datang lebih dahulu. Setelah membereskan barang, nyaris semua peserta pergi pasar minggu pagi di jalan Ijen. Pihak panitia pun dengan senang hati memandu kami mengenalkan kota Malang.
Pasar minggu seperti layaknya sunmor di UGM dipenuhi oleh kegiatan berbelanja. Sepertinya setiap kota punya pasar kaget seperti itu. Semua mengakrabkan diri membentuk jalinan ukhuwah baru dengan makan-makan dan foto-foto.
Setelah jalan-jalan pagi kebanyakan peserta beristirahat di kamarnya. Begitu juga kami yang tidak tidur dengan tenang karena masih dalam perjalanan. Setidaknya memulihkan tenaga untuk kegiatan pembukaan acara LP2MI malam nanti di kampus UB.
Siang menjelang sore Gama Cendekia mendapat informasi bahwa presentasi per UKM akan diagendakan pascapembukaan acara. Maka kami pun berusaha menyiapkan presentasi tersebut semaksimal mungkin. Mohon maaf ya untuk presiden GC dan Mbak Ainun yang kami repotkan untuk mengirim komprof lewat imel. Dengan modifikasi secukupnya, kami pun siap melakukan promosi Gama Cendekia di forum malam nanti.
Selepas Isya, acara pembukaan LP2MI di aula PPI FIB Unibraw pun dimulai. Sekretaris Jendral LP2MI Wahyuddin M Y memberikan sepatah dua patah kata sambutan. Beliau menyampaikan apresiasi yang luar biasa kepada teman-teman panitia dari Malang yang telah menyiapkan acara besar ini selama sebulan penuh. Juga meminta semuanya untuk terus bersemangat karena masih ada acara besar lain yaitu Teorema, seminar dan kongres LP2MI, di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Perwakilan Ketua Dinas Pendidikan kota Malang Bapak Heru Wiyono, S.Pd, M.M pun maju setelah Sekretaris Jendral LP2MI ,Wahyuddin, turun dari podium. Dia mengungkapkan rasa ketakjubannya terhadap semangat seluruh mahasiswa baik dari panitia dan peserta yang hadir di forum. Beliau berharap semangat pengabdian yang sedang dilancarkan saat ini tidak hilang seiring dengan toga yang tersampir di kepala suatu saat kelak. Karena tanggung jawab pengabdian tidak hanya saat menjadi mahasiswa, tetapi sepanjang umur hidup kita.
Usai pembukaan, setiap utusan kontingen pun diminta maju ke depan untuk presentasi mengenalkan organisasi penelitian dan penalarannya. Alhamdulillah presentasi Gama Cendekia berjalan lancar dan sukses menarik perhatian semua yang berada di forum. Terima kasih semuanya, ini bukan kerja kami bertiga. Ini kerja kita semua!
Malam sudah cukup larut ketika akhirnya forum pengenalan UKM selesai semua. Seluruh peserta diantar kembali ke asrama yang terletak di UIN Malang. Setelah makan malam kami semua kembali ke peraduan menyiapkan diri untuk esok hari. 

Thursday 28 April 2011

Teladan Idealisme

Rosihan Anwar

Salah satu tokoh pers paling fenomenal milik bangsa Indonesia baru saja pergi meninggalkan kita semua. Pertengahan April lalu, Rosihan Anwar wafat di usianya yang telah mencapai 89 tahun. Hampir 9 dekade sudah beliau hidup di semua era yang dijalani bangsa ini. Karena hal tersebut, Rosihan Anwar sempat dijuluki A footnote of History Indonesia.
Rosihan Anwar dilahirkan di Kubang Nan Dua, Sumatera Barat 10 Mei 1922. Dia dilahirkan sebagai anak keempat dari sepuluh bersaudara. Jabatan Bapaknya, Anwar Maharaja Sutan, adalah seorang demang di Lembang Jaya, Solok, Sumatera Barat. Demang berarti sebuah jabatan administratif setingkat camat pada zaman Belanda.
Rosihan yang Lahir di zaman pascapolitik etis membuatnya memiliki riwayat pendidikan yang cukup baik pada zaman itu. setelah lulus dari HIS di Padang pada tahun 1935, ia melanjutkan ke MULO di kota yang sama dan lulus pada tahun 1939. Setelah lulus dari MULO, Rosihan Anwar pergi merantau, seperti layaknya kebanyakan orang minang, untuk melanjutkan sekolah di luar tanah minang. Beliau memilihYogyakarta sebagai tanah perantauan dan melanjutkan sekolah AMS-A II. Hingga pada  akhirnya beliau lulus pada tahun 1942.  
Selepas lulus dari AMS-A II, Rosihan muda juga menuntut ilmu di luar negeri. Pertama dia mengikuti drama workshop di Yale University (1950) dan School of Journalism di Columbia University (1954) New York, Amerika serikat. Dari riwayat pendidikannya kita bisa melihat minat dirinya yang sangat besar untuk menjadi wartawan.
Kariernya dimulai ketika dia memutuskan untuk bekerja di Harian Merdeka milik B.M Diah. Harian tersebut pertama kali terbit pada tanggal 8 Oktober 1945. Akan tetapi, karena berkonflik dengan pemilik Harian Merdeka, Rosihan Anwar keluar dari sana dan mendirikan Harian Baru bernama Pedoman pada tahun 1947. Harian yang ia rintis bersama kedua temannya, Soedjatmoko dan Sandjoto, bertahan selama tiga belas tahun. Hingga pada akhirnya Harian ini diberhentikan oleh pemerintahan Orde Lama dikarenakan keberanian Pedoman meliput skandal pernikahan Soekarno-Hartini. Skandal ini menjadi sangat panas karena mendapat banyak perhatian dari organisasi perempuan. Untunglah Rosihan Anwar masih punya majalah pekanan Siasat yang mampu menopang kehidupannya.
Pascakeruntuhan Orde Lama, harapan untuk menerbitkan kembali Pedoman kembali terbit. Setelah terbit, kemunculan kembali Pedoman tetap banyak dicurigai oleh banyak pihak khususnya sisa-sisa antek Soekarno. Hingga pada akhirnya pun kelugasan sikap yang dimiliki Rosihan Anwar kembali harus membuat Pedoman ditutup oleh rezim Soeharto. Kali ini lewat kasus Malari Soerharto menganggap Rosihan Anwar dan majalah bersikap pro dan langsung memerintahkan Pedoman untuk dipateni[1].
                                            http://dyhary.files.wordpress.com/2008/04/rosihan.jpg
Setelah Pedoman benar-benar tidak diizinkan terbit oleh pemerintahan otoriter Soeharto, Rosihan masih tetap menulis banyak buku tentang pers, sejarah, dan politik. Ada sebuah teladan luar biasa yang dipertontonkan kepada khalayak masyarakat pada perjalanan kisah hidupnya. Khususnya tentang cerita jatuh bangun Harian Pedoman yang belau dirikan. Ada idealisme dan kekukuhan bersikap terhadap sesuatu yang diyakini memang benar. Ketidakgentaran menghadapi pemimpin bangsa yang dzolim terhadap diri dan karyanya.
Bahkan kemudian tekanan yang diberikan kepada dirinya tidak lantas membuat Rosihan Anwar berhenti di tempat. Beliau pun tetap menulis walau dengan bentuk yang berbeda. Hingga akhir hayatnya Rosihan Anwar sudah menulis 21 buku dan ratusan artikel di hampir semua media massa cetak dalam negeri dan beberapa milik asing.
Selamat jalan pak Ros! Terima kasih atas segalanya!


[1] Dimatikan/dibunuh

Tuesday 12 April 2011

Dewi kini telah tiada


Di salah satu sore kota Yogyakarta yang damai itu, kami dikejutkan meninggalnya salah satu pasien RSUP Dr. Sardjito karena penyakit Anemia Aplastik-nya. Anemia Aplastik adalah penyakit yang membuat sum-sum tulang penderita tidak lagi mampu memproduksi semua jenis darah yang dibutuhkan tubuh. Hidup seorang penderita Anemia Aplastik memang selalu bergantung kepada darah orang lain yang didonorkan darah kepada dirinya.



Nama pasien tersebut adalah Dewi Sulistyani. Umurnya masih sangat muda, lima belas tahun, dan kini berstatus sebagai murid kelas sepuluh sekolah menengah atas di kota Banjarnegara. Di usianya yang masih sangat belia, ia harus berjibaku dengan tubuhnya sendiri yang tidak lagi mampu memproduksi darah bagi kelangsungan hidupnya. Takdir tak bisa ditolak, ia pun harus berbaring di rumah sakit karena kondisi kesehatannya semakin menurun.



Menurut penuturan orang tuanya, Dewi sudah 2 pekan lebih berada di RSUP Dr. Sardjito dan total telah meminta lebih dari lima puluh kantung darah. OSKA sebagai salah satu rekanan tim dokter bangsal anak di RSUP Dr. Sardjito telah berusaha sekuat tenaga untuk memenuhi kebutuhan darahnya selama dua pekan tersebut. Satu hal yang menjadi hambatan pencarian donor untuk Dewi adalah fakta bahwa dirinya bergolongan darah AB. OSKA memang tidak selalu mampu memenuhi permintaan darah untuk Dewi yang selalu sepuluh kantong setiap permintaan. Terkadang terpenuhi semua dan ada pula saat kami hanya mampu mendatangkan lima pendonor dr permintaan sepuluh kantong darah AB.



Mencarikan donor tanpa kita mengenal si pasien yang kita carikan donornya memang aneh. Tapi hal itu lah yang OSKA lakoni. OSKA mendapatkan info tentang kebutuhan darah pasien hanya dari tim dokter dari bangsal anak yang menangani pasien yang membutuhkan donor seperti Dewi. Walaupun, sebenarnya OSKA pun sesekali menyempatkan diri untuk menjenguk pasien yang sedang dibantukan pencarian donornya.

Selain itu, dinamika pencarian donor itu memang sangat dinamis. Karena soal donor juga berarti soal nilai humanisme yang ada pada diri setiap manusia. Hanya dengan sms yang kami kirimkan ke teman yang ada di phonebook, teman-teman tidak segan untuk minimal membantu menyebarkan sms itu. Bahkan dengan kecanggihan broadcast message yang dimiliki salah satu smartphone, sms itu kemudian menyebar ke luar kota hingga luar pulau. Percaya atau tidak permintaan untuk mendonorkan darah sangat massif datang dari Jakarta, Bandung, Lampung, Balikpapan, Surabaya, Malang, Semarang, dll. Animo ini mengindikasikan bahwa apapun yang berkenaan dengan nilai kemanusiaan itu tak mengenal batasan tempat.




Walaupun pada perjalanan kegiatan ini, tidak jarang kami pun dicurigai melakukan bisnis gelap jual beli darah. Sebuah kegiatan yang mungkin sedang marak dilakukan sehingga kami pun ikut dicurigai berbuat demikian. Untunglah ketika kami coba jelaskan duduk permasalahannya mereka mau mengerti dan mau ikut mendonorkan darahya. Terkadang, sebagai balas jasa pencarian donor kami, keluarga pasien mencoba memberikan lembaran-lembaran biru kepada OSKA. Akan tetapi, sebagai organisasi sosial kami harus menolak secara halus todongan lembaran biru tersebut. Dokter yang sedang piket pun membantu menjelaskan bahwa OSKA tidak menerima uang karena motivasi organisasi ini adalah menolong bukan mencari uang.

Hingga akhirnya Perjuangan Dewi pun harus berakhir ketika takdir telah meminta ruhnya untuk kembali ke haribaan sang Pencipta. Setelah sedemikian kasus pendarahan yang tak kunjung berhenti di tubuh dewi. Pendarahan usus yang tidak bisa dihentikan dan mimisannya yang tak kunjung berhenti membuat kondisi Dewi semakin hari semakin lemah. Keping darah khususnya yang diproduksi untuk melakukan pembekuan darah tidak lagi dimiliki Dewi. Itu menjadi salah satu alasan mengapa kondisi Dewi terus menerus memburuk. salah satu cara untuk mengatasi mimisannya, hidung dewi harus ditutup oleh kapas dan perban. Untuk duduk pun dia tidak mampu, tubuhnya sudah demikian lemah. Saking lamanya dia dirawat di rumah sakit pun membuat selang infusnya tidak lagi berada di tangan tapi di punggung kakinya.


Hingga akhirnya berita duka itu pun meluncur dari sms salah satu dokter kepada kami. Ya Allah berikan dia pengampunan-Mu dan tempatkan Dewi di tempat terbaik menurut-Mu. Semoga keluarga Dewi diberikan ketabahan dan keringanan menghadapi kepergian anaknya.


 

Ps: dalam sepekan terkahir hingga tulisan ini dibuat, ada tiga orang anak yang meninggal termasuk Dewi. Semoga diberikan keberkahan di sisa hidup mereka.

Saturday 9 April 2011

Jejak Sejarah Majalah Indonesia

Ada banyak versi kapan pertama kalinya pers dalam bentuk majalah muncul untuk pertama kalinya dalam konteks keIndonesiaan. Menurut Ahmad Husein, seorang penulis dan pemerhati media, karya jurnalistik pertama dikeluarkan oleh kelompok Indische Bond yang bernama Bondsblad. Majalah Indische Bond tersebut digunakan untuk menyuarakan kritik atas kebijakan politik yang dilancarakan pemerintah kolonial Hindia Belanda.
Majalah tersebut tentu bersaing dengan banyak pers milik pemerintahan kolonial Belanda saat itu. karena tentu saja pers kolonial sudah berkembang lebih dahulu dari pers lokal. Belanda lewat kongsi dagangnya, VOC, pertama kali membawa mesin cetak ciptaan Guttenberg pada abad 17. Mesin cetak tersebut pada awalnya digunakan secara ekslusif untuk kepentingan VOC. Baru pada abad 18 mesin cetak diperbolehkan untuk digunakan dalam kegiatan pers.
Bondsblad sebenarnya tidak cukup dikenal sebagai pelopor pers Indonesia pada zaman kolonial Belanda. Dalam banyak literatur, kita akan banyak temukan bahwa pers lokal pertama saat itu adalah Medan Prijaji yang didirikan oleh RM Titro Adhi Soejo pada tahun 1907. Medan Prijaji adalah sebuah hasil dari pengalaman Tirto bekerja di salah satu surat kabar kolonial berbahasa melayu Pembrita Betawi.
Pada awal abad dua puluh, bentuk media cetak sangat identik dengan koran, tetapi dalam sirkulasinya masih berkala seperti majalah. Hal ini bisa kita maklumi karena keadaan politik dan kemajuan teknologi tidak sekondusif dan semaju sekarang. Akan tetapi, hal ini mempersulit kita untuk melakukan identifikasi jenis media spesifiknya. Setidaknya, kita bisa simpulkan di Indonesia majalah dan surat kabar memiliki jejak pers yang sama. Diferensiasi majalah dan surat kabar baru bisa terlihat jelas setelah kemerdekaan Indonesia.
Douwess Dekker kita kenal sebagai salah satu pendiri surat kabar legendaris, De Expres. Kita semua tahu bahwa De Express adalah media massa rintisan kelompok Indische Partij yang digawangi oleh Douwes Dekker, Suwardi Soerjadiningrat, dan Tjipto Mangoenkoesoemo. Sebenarnya, Douwes Dekker Sebelum menerbitkan De Express terlebih dahulu menerbitkan majalah dwi mingguan Het tajdeschrift pada tahun 1910. Majalah ini sangat mirip dengan karakter De Exprees yang ia terbitkan dua tahun berikutnya. Tulisan di majalah tersebut sarat dengan kritik dan provokasi melawan pemerintahan kolonial belanda.  Setelah De Express dibredel, giliran Suwardi Soerjadiningrat dan Tjipto Mangoenkoesoemo menerbitkan media cetak baru, Hindia Poetra dan De Indier. Khusus untuk Hindia Poetra, majalah ini menggunakan dua bahasa pengantar: Belanda dan Melayu.
Balai Poestaka, salah satu penerbit tertua, juga menerbitkan beberapa majalah untuk rakyat, antara lain Majalah Pandji Poestaka, Majalah Kedjawen, dan Parahijangan, majalah anak-anak berbahasa Melayu Taman Kanak-Kanak, dan yang berbahasa Jawa Taman Botjah. Majalah-majalah lain yang terbit dalam kurun ini antara lain: Fikiran Rakjat milik Partai Nasional Indonesia (PNI), dan Daulat Ra’jat(diterbitkan Bung Hatta). Lalu, muncul pula Majalah Weekblad Sin Po tahun 1923 yang merupakan terbitan grup Sin Po. Di majalah mingguan ini pula naskah lagu Indonesia Raya ciptaan WR Supratman untuk pertama kalinya dimunculkan.(Husein 2006)

Tercatat, hinggga tahun 1920-an, sudah ada 127 majalah dan surat kabar. Setelah era ini, masih ada lagi majalah tri wulanan De Chineesche Revue (1927), Timboel (membahas soal budaya, tahun 1930-an), hingga Pedoman Masjarakat yang terbit di Medan (diasuh HAMKA), serta Pandji Islam
. Dari segi bisnis, disebutkan bahwa mutu kebanyakan majalah masih amat rendah, mengingat situasi yang tak memungkinkan perolehan iklan waktu itu. (Husein 2006)
Pada zaman Jepang, majalah atau surat kabar tidak lagi mungkin beroperasi. Tipikal Jepang yang otoriter membuat mereka melakukan integrasi media dengan pemerintahan. Maka di tiga setengah tahun rezim Jepang, media-media cetak yang sudah ada sebelumnya dilarang beroperasi kembali digantikan dengan media bentukan Jepang.
Para bumi putera yang tadinya bekerja untuk medianya masing-masing, kebanyakan menjadi operator media yang disetir oleh Jepang. Namun begitu, tokoh-tokoh seperti Adam Malik, BM Diah, Mochtar Lubis, Rosihan Anwar, nantinya akan menikmati pengalaman bekerja secara teknis bagi Jepang ini, karena setelah revolusi kemerdekaan, kemudian Adam Malik mendirikan lembaga kantor berita Antara, BM Diah membuat suratkabar Merdeka , Rosihan Anwar mendirikan surat kabar  Pedoman dan mingguan Siasat , dan terakhir Mochtar Lubis dengan suratkabar Indonesia Raya .(Alvin 2011)
Seiring dengan kemerdekaan Indonesia dan munculnya zaman demokrasi liberal pada tahun 1950-an, stabilitas nasional membuat semua jenis media bisa kembali bernafas. Di sisi lain, kelancaran teknis operasional media dan banyaknya kelompok politik yang terbentuk membuat mereka merasa harus memiliki corong media masing-masing. Hal ini sangat wajar terjadi karena tahun 1955 negara ini mengadakan pemilu perdana dan setiap partai politik tentu harus melakukan kampanye via media cetak.
Salah satu majalah yang sangat terlihat segmentasinya pertama kali adalah majalah Horison yang diterbitkan tahun 1966. Majalah yang didirikan oleh Mochtar Lubis, P.K Ojong, Zaini, Arief Budiman, dan Taufiq Ismail mengkhususkan majalah mereka ke ranah sastra. Majalah Horison memang bukan jenis majalah yang sering kita lihat di rak-rak toko buku. Setidaknya majalah Horison sudah ada dalam bentuk online dan bisa kita akses lewat internet.
Tahun 1971 Majalah Tempo pertama kali muncul ke publik. Artikel berita mereka pertama  berbicara soal cedera atlet bulu tangkis, Minarni, di Asean Games Bangkok. Majalah Tempo muncul dengan modal awal dua puluh juta rupiah yang berasal dari Yayasan Jaya Raya milik pengusaha Ciputra. Selain Tempo, majalah-majalah lain ikut bermunculan pascaruntuhnya Orde Lama. Jenis segmentasi majalah pun semakin beragam. Majalah keluarga seperti Femina atau majalah perempuan remaja Kawanku adalah dua contoh majalah yang muncul ke publik saat Soeharto sedang berkuasa.
Afiliasi majalah dengan salah satu kekuatan politik seperti di Orde Lama saat itu sudah mulai pudar. Industri majalah di Indonesia bergerak ke arah yang lebih komersial di zaman Orde Baru. Hal ini tidak aneh karena secara umum tingkat pendapat masyarakat pun meningkat.
Masih di era Soeharto, saat itu media dalam bentuk apapun kerap mengalami keadaan yang dilematis. Khususnya media yang berbentuk hard news, soft news, dan feature sangat rentan jika berbicara apapun yang negatif dan nyerempet dengan Soeharto, pemerintahan dan kabinet, dan partai Golkar. Implikasinya sangat fatal. Media yang bersangkutan akan terancam dicabut surat izin penerbitannya atau yang biasa kita sebut SIUPP.
Majalah Tempo sendiri pernah dua kali mendapat ‘hadiah’ bredel dari Departemen Penerangan. Kasus pertama di tahun 1982 Tempo sempat tidak dibolehkan terbit hanya karena meliput kampanye Partai Golkar yang berakhir rusuh. Di kasus ke dua, Tempo kali ini ditemani dengan majalah Editor dan Detik bersama-sama dihadiahi surat pencabutan izin terbit. Berita kontroversial yang diberitakan saat itu soal skandal pembelian pesawat tempur eks Jerman Timur oleh Habibie.
Pembredelan ketiga majalah tersebut ternyata melahirkan demonstrasi berdarah pada 27 Juni 1994 oleh para aktifis, mahasiswa, dan buruh. Organisasi Persatuan Wartawan Indonesia pun ikut bergolak. Beberapa jurnalis seperti Ahmad Taufik, Dita Indah Sari, dan lain-lain kemudian berinisiatif mendirikan Aliansi Jurnalis Independen. Organisasi baru ini sebagai simbol perlawanan terhadap PWI yang dianggap dalam dekapan pemerintah.
Setelah Soeharto turun dan bola reformasi terus bergulir SIUPP yang menjadi syarat utama penerbitan media ikut dihilangkan. Maka industri majalah pun kembali menemukan momentum untuk melesat sekali lagi. Jumlah majalah yang beredar kini di masyarakat meningkat pesat tanpa ada satu pun instrumen pemerintahan yang berhak mengatur izin penerbitan. Majalah Tempo yang pernah dibredel pun kembali terbit.
Sejalan dengan perkembangan teknologi saat ini, majalah pun terus menyesuaikan tampilannya sehingga semakin lama semakin menarik. Majalah saat ini juga menjadi salah satu simbol gaya hidup atau identitas seseorang. Contohnya majalah Annida eberapa tahun yang lalu sempat menjadi ikon majalah remaja muslim. Identitas yang dibawa majalah Annida membuat banyak yang memiliki kemiripan identitas membeli majalah tersebut.
Seperti halnya media lain, media apapun yang dulu dipakai sebagai media perjuangan, berubah menjadi konglomerasi media. Banyak konten media sudah sangat profit oriented. Pergeseran nilai yang sangat nyata ini telah menjadi fakta sosial yang sulit kita pungkiri.  [akang dewan]

Daftar Pustaka 
Rahzen, [et. al.]. 100 Jejak Pers Indonesia. Jakarta: I:BOEKOE, 2007.

http://sejarah.kompasiana.com/2011/01/07/sejarah-majalah-tempo-konflik-dan-pembredelan/ (diakes pada 1/4/2011 pukul 13.24)