Sunday 15 May 2011

Membingkai Kembali Signifikasi Peran Pers Indonesia


 
Sejarah Monumen Pers dimulai ketika ibukota negara, Jakarta, terpaksa harus dipindahkan ke Daerah Istimewa Yogyakarta. Poros pergerakan pun berpindah mengikuti pergerakan letak ibu kota negara. Solo yang letaknya cukup dekat dengan Yogyakarta menjadi salah satu kota lokasi perpindahan poros pergerakan.
Adalah beberapa wartawan seperti Soemanang, Soedarjo Tjokrosisworo, BM. Diah dan rekan-relannya akhirnya mempunyai gagasan baru untuk mendirikan sebuah wadah yang lebih merangkul semua wartawan di Indonesia. inisiatif ini muncul karena organisasi wartawan sebelumnya, Persatuan Djurnalistik Indonesia (Perdi), tidak lagi aktif sejak kedatangan Jepang di Indonesia pada tahun 1942.
Mereka pun kemudian melakukan kongres yang di Solo, tepatnya di Gedung Sositer Sasono Suko, Mangkunegaran. Di dalam kongres ini, disepakati pembentukan kembali organisasi baru yang mewadahi seluruh wartawan di Indonesia. Organisasi baru tersebut resmi terbentuk pada tanggal 9 Februari 1946 dengan nama Persatuan Wartawan Indonesia. Tanggal tersebut kemudian secara resmi dipakai sebagai Hari Pers Nasional.
Gedung Sositet Sasono Soko yang digunakan untuk kongres Persatuan Wartawan Indonesia pernah juga dipakai untuk deklarasi pendirian radio SRV (Solosche Radio Vereeniging) tanggal 1 April 1933 atas inisiasi KGPAA Sri Mangkunegara VII. Gedung Sositet Sasono Soko yang diarsiteki Mas Abu Kasan Atmodirono pun akhirnya difungsikan sebagai Monumen Pers Nasional pada tahun 1978. Peresmian gedung monumen ini baru dilakukan oleh Presiden RI saat itu, Soeharto, pada tanggal 9 Februari 1978 sebagai peringatan perjuangan pers di Indonesia,  meskipun sebenarnya di zaman Soeharto pers justru dikebiri.
Monumen Pers memiliki tiga unit gedung permanen dengan satu tingkat pada bangunan induk. Fungsi sebagai gedung dan monumen Pers tentu membuatnya menyimpan berbagai koleksi benda bersejarah yang berkaitan dengan dunia jurnalistik dan komunikas zaman dulu. Di sana terdapat mesin ketik, kamera, alat cetak, foto, koran, majalah kuno, dan lain-lain
Salah satu benda koleksinya antara lain mesin ketik milik Perintis Pers Bapak Bakrie Soeriatmadja, ada juga pakaian wartawan TVRI, Hendro Subroto, yang tertembak ketika meliput integrasi Timor Timur tahun 1975. Museum Pers pun memiliki Plat Maker terbitan perdana Harian Kedaulatan Rakyat pada tanggal 27 September 1945. Di Museum Pers disimpan pula Pemancar Radio Kambing yang dipergunakan pada masa revolusi fisik. Pemancar tersebut dinamai kambing karena dipasang di dekat kandang kambing. Juga terdapat koran-koran dan majalah kuno antara lain: Panorama Perpustakaan Monumen Pers Nasional terbit tahun 1917, Tjahaja India terbit tahun 1913, Hokiao terbit tahun 1925, Sinpo terbit tahun 1929.
Selain itu, dewasa ini sesuai dengan fungsinya, monumen Pers Nasional Solo setiap hari tentulah selalu menerima kiriman berupa koran Harian, pekanan, majalah dari Bulletin dari penerbitan surat kabar. Untuk menangani hal tersebut, pihak  manajemen Monumen Pers membuat seksi Laboratorium dan Dokumentasi. Seksi tersebut bertugas untuk mengarsip dan merapikan semua media cetak yang datang agar mudah diakses oleh siapapun.
Pengelolaan Monumen Pers Nasional Solo beserta segala isinya pada awalnya ditangani oleh Yayasan Pengelola Sarana Pers Nasional dengan Depertemen Penerangan R.I. sebagai instansi penanggung jawab. Akan tetapi, pascareformasi, Departemen Penerangan dilikuidasi dan Monumen Pers Nasional digabung dalam Badan Informasi dan Komunikasi Nasional, BIKN, pada tahun 1999. Kemudian pada zaman Megawati terbit kembali SK Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 151/M.PAN tanggal 6 Juni 2002, Monumen Pers Nasional dijadikan sebagai UPT Lembaga Informasi Nasional. Hingga terakhir pada tahun 2005, Museum Pers ditetapkan sebagai satuan kerja dibawah Departemen Komunikasi dan Informatika yang kini dikepalai oleh Tifatul Sembiring.
Di Monumen Pers pula dapat dijumpai ribuan buku yang tersimpan sangat rapi di ruang perpustakaan. Perpustakaan Monumen Pers Nasional telah mengkoleksi 13.000 judul pustaka bahkan lebih. Hingga saat ini Perpustakaan Monumen Pers Nasional telah memiliki lebih dari 3500 anggota yang terdiri dari berbagai status masyarakat. Para anggota perpustakaan umumnya terdiri dari pelajar, mahasiswa, dosen, dan peneliti.
Hingga saat ini Monumen Pers Nasional memiliki lebih dari satu juta eksemplar media cetak (koran, majalah, buletin) yang terbit dari seluruh Indonesia sejak jaman sebelum kemerdekaan RI. Dokumen-dokumen tersebut telah didokumentasi dan dikonservasi sehingga para pelajar, mahasiswa, dosen, peneliti maupun masyarakat umum dapat melihat dan membaca dokumentasi yang tersimpan.
Dalam perjalanannya, Monumen Pers pihak manajemen terus berusaha untuk melakukan digitalisasi surat kabar untuk mengawetkan konten media cetak yang telah terkoleksi di Museum. Sampai saat ini terdapat 400.000 halaman yang terdigitalisasi. Sebuah usaha yang harus diapresiasi karena tentu hal tersebut bukanlah sesuatu yang remeh. Selain digitalisasi, salah satu cara manual pengawetan adalah dengan menggunakan kapur barus, penyesuaian suhu dengan AC, dan Fungidasi (pengasapan). 
Untuk penutup, bangsa yang besar adalah bangsa yang mau dan mampu menghargai jasa pahlawannya. Salah satu penggalan quote Soekarno yang paling terkenal hingga hari ini. di Lokananta dan Museum pers sekali lagi kita melihat jejak heroik para penggiat pers di awal-awal kemerdekaan. Kebebasan pers yang hari ini kita rasakan tentu saja bukan sebuah hadiah gratis dari Allah kepada bangsa Indonesia. ada sebuah perjuangan dan tetesan keringat yang dikobarkan untuk saat ini dan besok. 

daftar situs referensi
http://bit.ly/imj0lh
http://bit.ly/lrxmk3

merekam sejarah di Lokananta

Sebelum membaca tulisan ini, ada pertanyaan besar tentang apa sih Studio Lokananta? seberapa pentingnya studio tersebut menjadi salah satu postingan di sini. Saya menyadari bahwa Mungkin banyak sekali dari teman-teman pembaca yang tidak mengetahui studio Lokananta. Hal itu wajar sekali karena keberadaan Studio Lokananta jarang sekali terekspos media. Sekedar pengantar saja, Lokananta adalah studio pertama di Indonesia. Studio ini juga memiliki peran besar dalam dunia komunikasi dan jurnalisme pada awal-awal berdirinya Republik Indonesia.     
Studio Lokananta berdiri sejak zaman demokrasi Liberal tahun 1956. Diresmikan oleh Menteri Penerangan saat itu, Sudibyo, studio tersebut diberi nama: Pabrik Piringan Hitam Lokananta, Jawatan Radio Kementrian Penerangan Republik Indonesia. Nama Lokananta tersebut diberikan oleh R. Maladi seorang komponis yang ikut menggagas keberadaan studio tersebut. Arti kata Lokananta sendiri kurang lebih berarti "Gamelan di Kahyangan yang berbunyi tanpa penabuh".  
Pekerjaan pokok Lokananta adalah memproduksi dan mereplikasi siaran dengan media piringan hitam. Piringan hitam tersebut kemudian diserahkan ke Radio Republik Indonesia untuk disiarkan kepada khalayak luas. Sehingga masyarakat bisa mendengar lagu dan musik dari asal dan luar daerah asalnya.
Produksi piringan hitam tadinya hanya berputar antara Lokananta dan RRI saja.  Akan tetapi, atas permintaan masyarakat, Lokananta mengkomersilkan piringan hitam. Hal itu dilakukan Lokananta dua sampai empat tahun pascapendirian studio. Pemasaran piringan hitam tersebut masih lewat RRI dengan label Lokananta. Selain piringan hitam, Lokananta pun kemudian memproduksi cassette audio. Maka sejak memproduksi rekaman audio dalam bentuk pita kaset, produksi dalam bentuk piringan hitam dihentikan.
Potensi penjualan yang cukup menjanjikan membuat pemerintah menjadikan status Lokananta sebagai perusahaan negara di bawah Departemen Penerangan lewat Peraturan Pemerinah nomor 215 tahun 1961. Dalam perjalanannya, mengalami banyak dinamika politik. Lima tahun sebelum kejatuhan rezim Soeharto diterbitkan peraturan pemerintah nomor 25 tahun 1993 tentang pengalihan bentuk perusahaan negara lokananta menjadi perusahaan perseroan (persero). Lokananta pun sempat dilikuidasi pada tahun 1997 karena ketidakjelasan kinerja perusahaan.
Pada tahun 2001 ketika Abdurrahman Wahid menjadi Presiden dikeluarkan peraturan pemerintah republik indonesia nomor 24 tahun 2001 tentang pencabutan peraturan pemerintah nomor 25 tahun 1993 tentang pengalihan bentuk perusahaan negara lokananta menjadi perusahaan perseroan (persero) dan pembubaran perusahaan negara lokananta. Surat tersebut dikeluarkan karena pemerintah merasa penurunan kinerja dan tidak memadainya modal kerja Perusahaan Perseroan Negara Lokananta membuat peraturan pemerintah sebelumnya pada tahun 1993 mengenai Lokananta harus dicabut.
Pembubaran Perusahaan membuat studio Lokananta benar-benar semakin terlantar tanpa induk semang. Barulah pada  tahun 2004 ada inisiatif yang membuat Studio Lokananta kembali memiliki kepastian status bergabung dengan Perusahaan Umum Percetakan Negara. Sebuah penantian panjang sejak tahun-tahun berat dilikuidasi pada tahun 1997 dan pembubaran perseroan Lokananta pada tahun 2001.
Saat  ini Lokananta menyimpan banyak sekali arsip lagu-lagu daerah dari seluruh pelosok Indonesia.  Diantara dari koleksi tersebut adalah musik Gamelan Jawa, Bali, Sunda, Sumatera Utara, dan lain-lain. Masih banyak pula lagu-lagu yang tidak teridentifikasi siapa penciptanya. Selain itu ada pula arsip lagu-lagu pop dan keroncong yang Lokananta simpan. Lokananta pun memiliki rekaman asli beberapa penyanyi legendaris seperti Gesang, Waldjinah, Titiek Puspa, Bing Slamet, dan Sam Maimun. Total ada lima ribuan lagu rekaman daerah dan pop yang disimpan oleh Lokananta.
Beberapa waktu lalu tentu kita masih ingat tentang klaim Negara Malaysia tentang lagu rasa sayange. Klaim lagu follklore asal Maluku tidak bersasar yang dilakukan oleh Malaysia sangat mudah dipatahkan oleh Studio Lokananta. Karena Lokananta sejatinya memiliki piringan hitam rekaman asli lagu rasa sayange. Bagaimana lagu rasa sayange bisa diklaim oleh Malaydsia diduga kuat karena ada pembagian piringan hitam duplikasi lagu rasa sayange pada setiap kontingen Asian Games tahun 1962 yang diadakan di Jakarta.
Masih soal Malaysia, Lokananta juga pernah memberikan pernyataan bahwa lagu nasional mereka juga sebuah gubahan dari lagu asli Indonesia. Lagu Negaraku milik Malaysia ternyata adalah gubahan dari lagu Terang Bulan. Dalam catatan arsip di Lokananta, disebutkan bahwa lagu tersebut termasuk lagu rakyat yang sangat populer puluhan tahun sebelum direkam pertama kali di RRI.
"Introduksi maupun nadanya sama persis. Hanya temponya diubah sedikit. Sedangkan syairnya diubah disesuaikan untuk kebutuhan negara Malaysia. Syairnya semula sangat umum karena memang itu lagu hiburan, diubah menjadi sangat patriotik," ujar Kepala Perum Lokananta Surakarta, Ruktiningsih, Detik.com Jumat (28/8/2009).
Beliau juga mengatakan bahwa lagu Terang Bulan telah direkam pada tahun 1956 di RRI jakarta. Sedangkan seperti yang telah diakui oleh dunia Internasional, Malaysia baru merdeka setahun kemudian tangal 31 Agustus 1957. Walaupun Hasil rekaman di RRI tersebut baru dimasukkan ke piringan hitam oleh Lokananta pada tahun 1965.
Kini Lokananta memiliki dua puluh orang karyawan tetap yang tetap setia membesarkan nama institusi walau dalam keadaan yang tidak terlalu baik. Lokananta terus berjuang bertahan hidup dengan usaha menjual lagu-lagu, baik dari kaset, CD, ataupun VCD. Selain itu menyewakan studio mini bahkan lapangan futsal. Lokananta mencoba keluar dari pakem musiknya karena keadaan ekonomi studio dari penjualan kaset dan CD tidak lagi begitu menjanjikan. Selain itu subsidi yang tidak mumpuni dari instansi pusat terkait membuat Lokananta harus mandiri mencari tambahan revenue studio.










Pernah mendengar suara pembacaan teks proklamasi? Biasanya kita mendengarkan pembacaan teks proklamasi disertakan foto Soekarno kala membaca teks tersebut. Sehingga seakan-akan terlihat seperti video utuh.akan tetapi, faktanya adalah suara pembacaan teks proklamasi tersebut baru direkam empat tahun pascakemerdekaan. Salah satu pegawai RRI bernama Yusuf Kranadipura menemui Soekarno dan memintanya untuk membacakan kembali teks proklamasi sembari direkam. [akangdewan]
daftar situs referensi
http://bit.ly/mGV6O1
http://bit.ly/kEytfa
http://bit.ly/lkb1sq
http://bit.ly/mJLnIA

Sunday 8 May 2011

Laswell, freudian, dan politik

Harold Dwight Lasswell adalah seorang ilmuwan yang sangat terkenal dengan banyak terobosannya di dalam ilmu sosial. Sumbang asihnya begitu luar biasa dalam perkembangan ilmu politik modern dan ilmu komunikasi yang dia modelkan dengan mengadopsi dari ilmu pengetahuan alam.
Lasswell lahir pada tanggal tiga belas Februari di Donnelson, Illinois. Ia dilahirkan dari anak pasangan sejoli pastur Prebisterian dan guru sekolah. Di umurnya yang beranjak enam belas tahun, Lasswell berhasil mendapatkan kursi di University of Chicago dan lulus pada tahun 1922. Di universitas itu jugalah Lasswell mendapatkan gelar doktornya. Selama di University of Chicago, Lasswell berada dalam asuhan Charles Merriam pelopor pendekatan behavioralisme di dalam ilmu politik. Lasswell juga belajar di Berlin tentang Sigmund Freud yang memperkuat pemahamannya dalam pendekatan ilmu psikologi ke ilmu politik.

Karirnya dimulai ketika University of Chicago mengangkat beliau menjadi asisten professor pada tahun 1927 dan menjadi associate professor pada tahun 1932. Selama perang dunia kedua dia mengabdikan dirinya menjadi direktur riset komunikasi perang di library of congress Amerika. Selain itu, dia juga mengajar di New School of Social Research di New York City dan Yale Law School. Di Yale Law School dia juga sempat mendapatkan gelar professor hukum. Dua jabatan strategisnya selama hidup adalah menjadi presiden American Political Science Association dan World Academy of Art and Science.

Lasswell memulai reputasinya sebagai teoritikus yang sangat berorientasi pendekatan behavioral psikoanalitik pada psikopatologi dan politik. memanfaatkan aliran psikologi freud dalam studinya di ilmu politik. Pada risetnya tentang komunikasi perang, Lasswell menganalisa propaganda yang dilakukan Nazi lewat film untuk melakukan usaha persuasi penduduknya dalam usaha mempertahankan persetujuan publik soal mobilisasi perang. Support penduduk terhadap perang yang dilakukan tanpa protes sangat penting untuk terus berlajutnya ambisi sang Fuhrer. Dari riset yang massif selama perang dunia kedua itulah lahir disertasinya yang berjudul, “Propaganda Technique in the World War” dan diakui menjadi acuan utama teori komunikasi. Dalam proses studinya di University of Chicago.

Tulisan-tulisan hasil riset Lasswell sebenarnya mendapatkan banyak kritikan pedas dari para ilmuwan. Hal itu tidak lepas dari pendekatan psikologi freudian yang dia ambil sehingga memberikan semacam frame intelektual yang kelewat sempurna. Sehingga politik masa mendatang seakan-akan dijalankan oleh Lasswell dan ilmuwan seperti dirinya. Sehingga dirasa sangat tidak relevan dengan kenyataan dunia politik seperti yang dipikirkan oleh Lasswell.

Salah satu karya Lasswell yang paling diakui adalah buku World Politics and Personal Insecurity (1935). Tulisan Richard Merelman British Journal of Political Science pernah mengulas tentang buku tersebut, “buku itu memuat pemikiran-pemikiran Lasswell yang paling menarik tentang hubungan simbol negara dengan perasaan yang dimiliki oleh seorang individu.” Akan tetapi, entah mengapa kemudian ada jeda selama tiga belas tahun jurnal-jurnal ilmu politik tidak pernah sekalipun memuat karya Lasswell. Walaupun kemudian banyak tulisannya yang ditemukan di rumahnya di dalam jurnal-jurnal yang berhubungan dengan penyakit jiwa.

Setelah meninggalkan Yale pada tahun 1970, Lasswell sempat menjadi Distinguished Professor di the City University of New York sampai tahun 1972 dan Temple University School of Law hingga pada tahun 1976 dua tahun sebelum dia meninggal. Hingga akhirnya Lasswell menghembuskan nafas terakhirnya pada 18 Desember 1978. Dunia mencatat Lasswell telah berkiprah sangat lama dengan memberikan kontribusi luar biasa terhadap perkembangan ilmu pengetahuan,
Daftar Pustaka
"Harold Dwight Lasswell." Encyclopedia of World Biography. 2004. Encyclopedia.com. 26 Apr. 2011<http://www.encyclopedia.com>.

Monday 2 May 2011

hari kedua: sesi pelatihan dan kejutan ulang tahun

Pagi yang cerah menyambut di hari senin dua Mei. Gunung Kawi dan Gunung terlihat sangat jelas dari asrama kampus UIN Maulana Malik Ibrahim. Pukul tujuh panitia mengajak peserta untuk berjalan-jalan untuk berkeliling kampus UIN.  Suasana kampus UIN malang memang tidak seperti kebanyakan. Gayanya khas sekali dengan nuansa lankap timur tengah. Teman dari Makassar pun mengatakan serasa sedang berada di Mesir. 
Setelah berkeliling kampus UIN dan foto-foto perserta diizinkan untuk bersiap-siap sampai jam delapan pagi. Karena setelah itu akan ada agenda pelatihan pendidikan berkarakter di gedung Pertamina Politeknik Negeri Malang. Akan tetapi, rencana molor sampai dua jam. Bus yang mengantarkan peserta ke Politeknik Negeri Malang (polinema) baru datang pukul seetengah sepuluh. Acara otomatis benar-benar baru efektif pukul sepuluh pagi. Panitia pun tidak menyediakan Sarapan pagi untuk peserta. Kami hanya diberikan sepotong roti ketika memasuki gedung acara.
Pelatihan pertama diisi oleh kak Acun dari Matahati centre. Sesi pagi itu kami berbicara tentang karakter dan pengembangan karakter anak untuk program pengabdian masyarakat di Ranupani esok harinya. Kami juga melakukan FGD untuk menentukan kesepakatan bersama kode etik karakter yang akan diaplikasikan di sana.
Alhamdulillah, akhirnya peserta diberikan makan selepas shalat dzuhur. Peserta dan panitian duduk melingkar kecil-kecil. Tapi seiring dengan kedatangan peserta lain satu per satu lingkaran makan semakin besar. Nuansa kekeluargaan begitu terasa di antara seluruh peserta.
Sesi kedua setelah makan siang diisi oleh budayawan yang mengetui kondisi masyarakat desa Tengger, Ranupani. Narasumber yang datang adalah Mbah Hari Aji dan Eyang Gatot. Mereka berdua sudah seringkali mengisi diskusi dan seminar yang berkenaan dengan suku tengger.
Sesi diskusi suku tengger kali ini agak kurang kondusif karena banyak peserta yang tidur. Mungkin karena ruangannya nyaman, perut pun sudah terisi kantung mata menjadi berat untuk dilipat. Walau sebenarnya diskusi sedikit banyak tidak terlalu menarik karena narasumber kurang bisa membawa peserta dalam suasana diskusi.
Di tengah- tengah diskusi tersebut dua orang tim Gama Cendekia diminta diskusi oleh panitia. Diskusi berkenaan dengan aplikasi hasil penelitian di Tengger nanti. ternyata dari keterangan mereka, sayembara itu dikumpulkan sebelum acara dan panitia tidak mendapatkan proposal yang cocok untuk diaplikasikan di sana. Di lain sisi, panitia merasa tertarik dengan penelitian briket yang sempat ditampilkan di company profile Gama Cendekia yang disampaikan kami sehari sebelumnya. Padahal itu penelitian yang sudah cukup lama dan tim tidak siap jika harus melakukan aplikasi penelitian tersebut besok. Diskusi antara Gama Cendekia dan panitia pun tidak memberikan hasil yang positif. Sehingga kemudian malam harinya panitia mengumumkan jenis pengabdian masyarakat yang akan diaplikasikan hanya tentang pendidikan karakter. Tidak ada aplikasi penelitian berbasis peningkatan hasil pertanian.
Malam harinya, masih ada sesi briefing dan finalisasi persiapan misi pendidikan karakter oleh panitia dan Kak Acun. Sebelum tidur ternyata ada kejutan kecil untuk Arief, salah satu utusan Gama Cendekia yang sedang berulang tahun. Peserta dan panitia menyiapkan kue dan prosesi potong kue untuknya. Padahal kami semua baru bersama selama dua hari terhitung dari hari Ahad pagi. Ada ukhuwah yang terjalin untuk setiap individu di acara LP2MI. Ukhuwah Untuk semua..

Sunday 1 May 2011

hari pertama Gama Cendekia-LP2MI Malang

Pagi yang dingin menyambut kami di kota apel. Jam menunjukkan pukul enam pagi ketika kami akhirnya sampai di tempat tujuan, Universitas Brawijaya. Sempat kebingungan karena tidak ada orang di sekretarian Fordimapelar di ‘gelanggang’-nya UB. Akan tetapi, tidak lama setelah kami hubungi teman-teman panitia, mereka datang menjemput kami untuk pergi ke asrama UIN Maulana Malik Ibrahim.
Di asrama, beberapa teman peserta dari kampus lain sudah datang lebih dahulu. Setelah membereskan barang, nyaris semua peserta pergi pasar minggu pagi di jalan Ijen. Pihak panitia pun dengan senang hati memandu kami mengenalkan kota Malang.
Pasar minggu seperti layaknya sunmor di UGM dipenuhi oleh kegiatan berbelanja. Sepertinya setiap kota punya pasar kaget seperti itu. Semua mengakrabkan diri membentuk jalinan ukhuwah baru dengan makan-makan dan foto-foto.
Setelah jalan-jalan pagi kebanyakan peserta beristirahat di kamarnya. Begitu juga kami yang tidak tidur dengan tenang karena masih dalam perjalanan. Setidaknya memulihkan tenaga untuk kegiatan pembukaan acara LP2MI malam nanti di kampus UB.
Siang menjelang sore Gama Cendekia mendapat informasi bahwa presentasi per UKM akan diagendakan pascapembukaan acara. Maka kami pun berusaha menyiapkan presentasi tersebut semaksimal mungkin. Mohon maaf ya untuk presiden GC dan Mbak Ainun yang kami repotkan untuk mengirim komprof lewat imel. Dengan modifikasi secukupnya, kami pun siap melakukan promosi Gama Cendekia di forum malam nanti.
Selepas Isya, acara pembukaan LP2MI di aula PPI FIB Unibraw pun dimulai. Sekretaris Jendral LP2MI Wahyuddin M Y memberikan sepatah dua patah kata sambutan. Beliau menyampaikan apresiasi yang luar biasa kepada teman-teman panitia dari Malang yang telah menyiapkan acara besar ini selama sebulan penuh. Juga meminta semuanya untuk terus bersemangat karena masih ada acara besar lain yaitu Teorema, seminar dan kongres LP2MI, di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Perwakilan Ketua Dinas Pendidikan kota Malang Bapak Heru Wiyono, S.Pd, M.M pun maju setelah Sekretaris Jendral LP2MI ,Wahyuddin, turun dari podium. Dia mengungkapkan rasa ketakjubannya terhadap semangat seluruh mahasiswa baik dari panitia dan peserta yang hadir di forum. Beliau berharap semangat pengabdian yang sedang dilancarkan saat ini tidak hilang seiring dengan toga yang tersampir di kepala suatu saat kelak. Karena tanggung jawab pengabdian tidak hanya saat menjadi mahasiswa, tetapi sepanjang umur hidup kita.
Usai pembukaan, setiap utusan kontingen pun diminta maju ke depan untuk presentasi mengenalkan organisasi penelitian dan penalarannya. Alhamdulillah presentasi Gama Cendekia berjalan lancar dan sukses menarik perhatian semua yang berada di forum. Terima kasih semuanya, ini bukan kerja kami bertiga. Ini kerja kita semua!
Malam sudah cukup larut ketika akhirnya forum pengenalan UKM selesai semua. Seluruh peserta diantar kembali ke asrama yang terletak di UIN Malang. Setelah makan malam kami semua kembali ke peraduan menyiapkan diri untuk esok hari.