Sore itu setelah diskusi Lingkar Studi Bulaksumur di selasar FEB UGM, gw makan malam bersama abi dan hadza. Di saat makan itu lah ada permintaan bantuan dari rumah sakit sardjito darah AB untuk pasien penderita Leukimia yang katanya bersamasalah limfoblastik gwt dan sedang bleeding. Kami mengkonfirmasi kebenaran permitaan tersebut sebelum memulai pencarian donor.
Setelah dikonfirmasi, kami langsung menebar informasi lewat sms dan twitter. Darah AB memang terkenal langka. Kami menemukan kesulitan mencari pendonor. Dua jam berlalu tanpa ada hasil satupun untuk pendonor. Kalau lewat twitter, bukannya tidak yakin, tetapi karena followers gw belum terlalu banyak jadi rasanya kurang efektif lewat sana. Update info lewat @JogjaUpdate pun tidak berbalas. Satu-satunya opsi yang tersedia hanya handphone.
Maka mulailah gw mengirim sms ke semua orang yang ada di phonebook bertanya golongan darahnya apa. Siapa tahu ada salah satu bergolongan darah AB. Untunglah gw punya lingkaran teman yang cukup banyak di Jogja ini. Mulai dari teman sekelas, JMF, Kopma, Gama Cendekia, ACT, konntrakan, dll. Respon teman-teman cukup baik, walaupun mereka tidak bergolonan darah AB, setidaknya mereka bersedia membantu menyebar sms.
Alhamdulillah, ada yang nyangkut 2 orang dari teman di komunikasi. Gw senang sekali dan segera meluncur ke Sardjito bersama Abi. Di sana, salah satu teman bilang bahwa ia tidak jadi mendonor karena tidak dibolehkan oleh dokternya. Well, gagal satu. Satu teman yang lain tetap datang dan melakukan tes kelayakan donor. Dan hasilnya gagal juga. HB-nya terlalu rendah. Masalah klasik pendonor mahasiswa: semalem begadang. Oke gagal lagi, gagal dua.
Jam menunjukkan pukul 10 malam ketika gw dan abi mulai putus asa. Rasanya sudah sampai di ambang batas yang tidak mungkin dapat pendonor AB. Akan tetapi, itu semua buyar saat ada sms masuk yang menawarkan donor darah AB. Alhamdulillah. Dari Satu orang yang pertama tanpa terasa datang lagi yang selanjutnya. Entahlah aneh sekali hingga akhirnya dalam dua jam berikutnya kami berhasil mengumpulkan 6 kantong darah AB. Semua berjalan begitu saja seakan-akan keran air yang macet akhirnya terbuka. Semua berawal dari satu handphone.
Sepulang dari rumah sakit Sardjito gw nonton Real Madrid dan baru tidur selepas solat subuh. Sungguh kemarin itu hari yang melelahkan. Sebenarnya setelah datang donor yang terakhir tadi malam tidak ada lagi satu pun yang sms ke hape gw. Akan tetapi, paginya jam 8-9 setelah bangun gw menemukan inbox handphone gw penuh dengan permintaan untuk menjadi donor darah AB. Saking banyaknya respon itu sampai gw harus bikin template yang sama “Alhamdulillah, terpenuhi mas/mbak 6 kantong darah pukul 12 td malam, lain kali, jika dibutuhkan kami akan hubungi kembali. Terima kasih banyak atas perhatiannya.” Public Relation banget yah.
Dan teror itu berlanjut, hingga saat tulisan ini dibuat saya yakin sudah menembus angka 60 orang yang mengajukan donor darah lewat sms dan telefon. Bahkan ada yang dari Jakarta mau menawarkan diri menjadi pendonor. Dari kasus ini juga gw menemukan ada komunitas golongan darah AB di Jogjakarta.
Indahnya membantu orang lain sungguh sangat terasa. Tidak ada pembatas agama ataupun ras. Rasa kemanusiaan yang disentuh oleh penyakit Devy Oktaviani membuat semua orang tersentuh. Maka berbondong-bondong lah orang memforward sms itu. Direplikasi lagi ke twitter, facebook, dan lain-lain. Indah ya? Mirip-mirip koin untuk Prita. Lain kali harusnya bikin koin untuk Devy.
Indahnya saling tolong menolong memang tidak akan pernah dirasakan jika belum kita coba. Ayo kawan, kita terus berlomba cari darah! Eh, saling membantu!
No comments:
Post a Comment